Jalan berkelok dan berliku, mengular bagai tak berujung. Sepanjang tepian jalannya, beragam bunga-bunga liar menyapa.
Danau Toba Samosir
Orange, kuning, putih, berwarna-warni semakin indah disilimuti kabut dikejauhan. Suasana inilah yang akan kita temui jika mengikuti jalur unik menuju Pulau Samosir, Sumatera Utara.
Pulau yang luasnya sekitar 630 km2 ini cukup unik dan tentu saja cantik menawan, dengan dikelilingi Danau Toba.
Tanah air suku Batak dari Medan, ibu kota Sumatera Utara, yang bisa kita lalui melalui perbukitan Tele, yang dalam bahsa Batak sendiri berarti kelok, atau tikungan.
Sisi barat Pulau Samosir ini merupakan jalur yang tak sefamiliar Parapat di bagian timur yang biasa ditempuh banyak orang dan wisatawan menuju Samosir, Danau Toba.
Karena jalur ini ditempuh dengan penandangan yang lebih cantik dan juga mengejutkan, kita tanpa harus menyeberang menggunakan fery ataupun perahu.
Perjalanan dari medan ke Samosir dan Danau Toba lewat jalur darat ini akan melalui persimpangan Tele-Dolok Sanggul, persimpangan yang mungkin berada pada ketinggian mencapai 1.500-2.000 dpl ini, kita akan merasakan hawa pegunungan yang dingin menusuk tulang.
Perjalanan dari Medan ke simpang Tele memakan waktu sekitar 6 – 7 jam, sedangkan perjalanan dari simpang Tele untuk sampai ke Desa Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, kita membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan lagi.
Di desa ini, kita akan banyak menemukan penginapan yang asri, lengkap dengan pohon-pohon besar yang memberikan keteduhan serta menyajikan paduan suara dari nyanyian burung-burung yang merdu.
Bahkan hembusan desir angin dan suara serta pemandangan ombak danau semakin menambah syahdu suasana di tepian Toba.
Setelah subuh, pukul 05.00 pagi, matahari mulai mengintip dan menyembul di ufuk timur, menambah sempurnanya panorama pemandangan alam Danau Toba.
Sinar matahari yang mulai menyapa dan menyepuh seluruh permukaan air menjadi berwarna setengah gelap keemasan.
Menikmati mahakarya Sang Pencipta, sembari menghirup dalam-dalam udara pagi yang sedemikian menyegarkan, seraya tak lupa bersyukur dan menyadari diri betapa kecil dan lemahnya kita sebagai manusia, “Maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Ketika matahari semakin tinggi dan tanpa malu-malu keluar dari peraduannya, memberikan cahayanya yang terang, menyibak alam keluar dari kegelapan, maka akan tampak sejumlah wisatawan yang sedang menikmati wisata air, berenang, berperahu bahkan ada yang berselancar.
Informasi Wisata Danau Toba:
- Danau Toba terletak di belakang Bukit Barisan, diapit oleh tujuh kabupaten; yakni Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbahas, Dairi dan Pakpak Barat.
- Danau Toba berada dalam kedalaman 529m.
- Danau Toba terbentuk kaldera yang tersisa dari letusan Supervolcano 69.000-75.000 tahun yang lalu.
- Danau Toba memiliku ukuran dengan panjang 100 km dan Lebar 30 km.
- Kompleks kaldera Toba terletak di dataran tinggi Sumatera Utara, berkisar antara 700m dan 1.971 m dpl.
- Danau Toba sangat populer di kalangan penduduk setempat dan para wisatawan untuk aktivitasnya seperti berenang, kayak, dan selancar.
- Jalan yang berkelok-kelok yang menutupi pulau bisa menjadi perjalanan yang menakjubkan bagi pengemudi dan penumpang;
- Kesenian dan kerajinan Batak adalah pemandangan umum di sekitar desa-desa di pulau ini.
- Tenunan membuat souvenir indah dan juga memberi wawasan menarik tentang adat dan budaya setempat seperti Ulos, dimana metode tradisional tenun dan pencelupan masih bisa disaksikan.
Danau Toba yang terawat dan menjadi ikon Sumatera Utara ini memiliki air yang jernih, bersih dan yang lebih menakjubkannya lagi bersih dari sampah-sampah.
Sungguh masyarakat Batak sangat mensyukuri karunia Tuhan dengan panorama alam yang indah yang diberikan tuhan terhadap negeri mereka dan mereka menjaganya dengan sangat baik sebagai wujud rasa syukurnya.
Semakin tinggi sinar mentari, semakin terang suasana danau, semakin berwarna pula panorama alam yang disuguhkannya. Biru, kehijauan, bahkan kelabu, sungguh pemandangan yang menakjubkan sekali di kejauhan sana,
Terlempar ke Masa Silam di Ambarita
Tak diragukan lagi, pemandangan alam, pesona kecantikan alam Pulau Samosir memang sangat memukau.
Apalagi ditambah dengan suguhan pemandangan adat, seni dan budayanya yang unik. Lihatlah, jajaran rumah-rumah adat berupa panggung kayu dengan hiasan dan bentuknya yang penuh makna.
Tengok pula tugu-tugu megah, makam yang dibangun untuk menghormati para luluhur orang Batak. Juga gereja-gereja yang tampak megah dan anggun di sana-sini.
Mengunjungi Huta Siallagan, sebuah bekas perkampungan yang seluas 2.400 meter persegi yang terletak di Ambarita, ini yang dibangun oleh Raja Siallagan.
Masuk ke kawasan ini kita akan disambut sepasang patung Jaga Dopak, yang konon dulunya katanya merupakan patung penjaga dan memiliki roh.
Selain patung dan gapura nya yang rendah, di perkampungan mungil ini juga masih tersisa pagar batu yang kokoh, sebuah rumah untuk pertemuan yang disebut SOPO, juga beberapa rumah adat yang beberapa bagiannya sudah diganti, direnovasi bahkan untuk rumah hunian keturunan ke-17 Raja Siallagan sudah dikombinasikan dengan hunian modern.
Rumah adat yang walaupun sudah direnovasi dan dikombinasikan dengan hunian modern masih tetap menjaga ke ciri khasannya, dan yang lebih menariknya lagi, rumah nya hanya bagian depan nya saja yang masih nampak tradisional sementara itu bagian belakangnya telah dibangun modern seperti menggunakan TV satelit, dan sebagainya.
Namun demikian, masih ada satu rumah tradisional suku Batak Asli yang menjadi tempat tinggal bagi keturunan langsung dari Raja sendiri, dan jika beruntung kita dapat diberikan kesempatan oleh pemilik rumah untuk masuk kedalam dan melihat-lihat bagaimana para leluhur dulu, peradaban mereka dan kemajuan peradaban serta keteguhan mereka dalam menjaga dan melestarikan warisan nenek moyang mereka.
Arsitektur rumah tradisional Batak dibangun menurut beberapa filosofi adat. rumah-rumah adat tersebut usianya sudah ratusan tahun dan dibangun seluruhnya tanpa paku dan tingginya bisa mencapai 60 meter.
Kekhasan rumah Batak juga tampak pada bagian atap yang dua sisinya menjulang tinggi. Rumah tradisional Batak terbagi dalam tiga tingkatan: di bawah rumah berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk menyimpan hewan, tengah adalah ruang tamu, dan bagian paling atas adalah di mana tanaman disimpan.
Bagian belakang atap rumah adat Batak lebih tinggi dari bagian depan mengisyaratkan tekad dan harapan agar keturunannya lebih mulia dari pendahulunya.
Rumah ini telah berusia lebih 500 tahun dan terakhir direnovasi pada tahun 1951. Untuk memasuki rumah tersebut kita harus menapaki anak tangga dengan pintu yang mesti dibuka dari bawah. Model pintu seperti itu punya filosofi tersendiri.
“Tamu masuk dari bawah, artinya tamu harus tunduk, menghormati tuan rumah,” ungkap Dosen Literasi Batak, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen Medan, Manguji Nababan.
Menurutnya pula, bentuk atap rumah adat Batak, bagian belakang lebih tinggi daripada bagian depan mengisyaratkan tekad dan harapan orang Batak agar keturunannya lebih mulia dari pendahulunya.
Penjelasan yang hampir sama juga keluar dari Guido Sitinjak, pria beristrikan keturunan Siallagan yang hari itu menjadi pemandu kami selama di Huta Siallagan.
Dengan berapi-api ia menjelaskan bagian-bagian rumah, termasuk fungsinya. Juga hiasan-hiasan simbolis di dinding luar rumah yang mereka sebut sebagai gorga.
Ada gorga singa-singa, dipercaya mampu menolak bala, berada di kanan kiri dinding depan rumah. Gorga dalam bentuk singa diyakini untuk menghindari nasib buruk atau roh, terutama ketika ditempatkan di sisi kiri dan kanan dinding depan rumah.
Ada beberapa jenis Gorga, seperti ular, kadal, ular, dan burung ajaib, masing-masing mempunyai filosofi dan diukir indah dengan tangan.
Selain rumah adat nya kita juga akan menyaksikan ‘Batu Parsidangan’, tepat berada di depan rumah Raja Huta, yang berada persis di bawah pohon besar super rindang.
Terdapat pula kursi-kursi batu yang telah berusia ratusan tahun.
Di sinilah Raja dan para pejabatnya menegakkan hukum adat dan mengadili para terdakwa. Hukuman pancung bagi pembunuh, pemerkosa atau mata-mata musuh, diputuskan di “Batu Persidangan” ini.
Yang konon katanya diperlukan kekuatan magis pula untuk bisa melaksanakan hukuman itu, terutama bila si terdakwa memiliki kekebalan.
Beberapa meter dari Batu Parsidangan, kita akan melihat batu-batu tempat pemancungan, dimana yang katanya lagi saat hukuman berdarah itu dilaksanakan dapat dan boleh disaksikan oleh khalayak ramai.
Dengan tujuan selain sebagai peringatan juga sebagai supremasi penegakan hukum. Mengerikan memang, namun begitulah dulu hukum ditegakkan, sebagaimana dinegara-negara yang saat ini bisa dikatakan negara maju sekalipun.
Tomok, Desa yang Montok
Desa Tomok, yang masih satu kecamatan dengan Ambarita yakni Kecamatan Simanindo. Desa Tomok adalah desa yang ramai, penuh dengan hiruk pikuk yang riuh oleh pedagang cinderamata, rumah makan, juga para wisatawan.
Iringan musik batak Toba yang riang dan nyaring cukup mengundang perhatian para pengunjung saat itu.
Kami tertarik dan langsung menuju sumber suara itu, yang ternyata adalah Tarian Sigale-gale, patung kayu yang berwujud pria yang bergerak-gerak, tangan dan badannya menari-nari dengan diiringi musik tradisional Batak.
Patung ini menyimpan Cerita Mistis dari sebuah kerajaan di wilayah tersebut. Rupanya dia tak bergerak sendiri melainkan ada seseorang yang menggerakkannya di balik tabir.
Tarian Sigale-gale hingga saat ini masih dimain dan dan tetap memesona. Dan anak-anak perempuan usia 3-10 tahun berselempang ulos yakni kain tradisional Batak, itu juga matortor (menari-nari) sembari mengajak penonton turut bergoyang seirama musik.
Yang bisa dilakukan di Kawasan Wisata Danau Toba, Samosir:
- Hamparan Bunga Liar
Di Tanjung Bunga, bagian Pulau Sumatera di wilayah Kabupaten Samosir, sejauh mata memandang terhampar bunga-bunga liar yang cantik.
Sayang, penduduk lokal tak tahu namanya. Di bukit dan di jurang terdapat bunga kuning terang dan oranye berbentuk menyerupai bunga matahari. Juga bunga-bunga putih nan mungil.
- Menara Pandang Tele
Di menara setinggi empat lantai ini, tepat di kelok yang melingkar, kita bisa menyaksikan luasnya Danau Toba dengan Pulau Samosir di sisi terdekat menara.
Untuk memasuki menara ini, kita cukup membayar retribusi Rp2.000 saja.
- Hasapi Batak Toba
Alat musik petik tradisional Batak Toba ini hanya punya dua helai senar. Namun mampu mengeluarkan nada-nada yang merdu.
Namanya Hasapi Batak Toba. Beda dengan Kulcapi Karo, Hasapi berbentuk lebih kecil dan lebih panjang. Jika Kulcapi Karo suaranya cenderung sendu mendayu, Hasapi Batak Toba bernada sangat riang.
Biasanya, Hasapi Batak Toba dimainkan untuk acara-acara bahagia seperti Suar Matoa, pesta bagi orang tua yang semua anak-anaknya telah menikah.
- Arsik Andaliman
Selain naniura, inilah menu tradisional Batak khas Samosir yang harus dicoba. Arsik adalah ikan mas atau nila yang dimasak dengan herbal spesial bernama andaliman.
Aromanya wangi, warnanya dominan kuning karena imbuhan kunyit, dengan rasa agak-agak pedas khas yang menguar dari bulir-bulir andaliman. Kabarnya, ada saat-saat andaliman ini berharga sangat mahal, lebih dari harga emas murni.
Seni Pahat yang Menginspirasi
Gorga, demikian orang Batak menyebut ornamen atau relief yang menghias rumah-rumah adat mereka. Terbuat dari kayu tua dengan aneka bentuk.
Gorga sarat akan filosofi dan gambaran geliat hidup orang Batak. Gorga dalam bentuk singa mereka yakini dapat menghindari mereka dari nasib buruk atau roh jahat, terutama ketika ditempatkan di sisi kiri dan kanan dinding depan rumah.
Ada beberapa jenis Gorga, seperti ular, kadal, ular, dan burung ajaib, masing-masing mempunyai filosofi dan diukir indah dengan tangan.
Salah seorang pemahat gorga adalah Damson Tamba, warga Tomok yang kini tinggal di Desa Tuktuk Siadong.
Selama 17 tahun bapak ini menggantungkan hidupnya dengan berkarya, dan mencipta patung serta gorga.
Apa saja bisa ia buat, hanya dengan melihat papan atau batang kayu yang tersedia.
Dulu, banyak pesanan Gorga yang diterima Bapak ini untuk dibuat, akan tetapi kini sudah sangat jarang, beriringan dengan jarangnya orang Batak yang membangun rumah adat karena harganya yang mahal dan butuh waktu pengerjaan hingga bertahun-tahun.
Kendati demikian, walaupun tanpa ada pesanan khusus gorga untuk rumah adat, ia tetap membuat gorga. Entah itu gorga lukis dengan warna merah, putih dan hitam yang memang warna khas nya ataupun gorga pahat seperti gorga raksasa jaga dopak, singa-singa, dan lainnya.
Damson Tamba pemahat dan pembuat patung dan gorga mematok harga untuk karyanya sesuai ukuran yang mana untuk gorga singa-singa (relief kepala singa) berukuran kecil yakni lebar 25 cm dan tinggi 35 cm serta dengan ketebalan 20 cm, ia hargai seharga Rp 300.000 rupiah perpasang. Sedangkan untuk ukuran yang lebih besar bisa sampai Rp 1,5 juta.
Selain gorga, Damson juga membuat hobung yakni miniatur tempat tidur raja yang serupa peti berhias, ragam topeng, tiruan rumah adat Batak, juga tongkat tunggal panaluan (tongkat raja).
Dari semua itu, ia mengaku, yang paling sulit ialah membuat tongkat tunggal panaluan, karena ukirannya yang terbilang cukup rumit, dan membutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk menyelesaikannya.
Sedangkan untuk pahatan gorga atau hiasan lainnya, hanya membutuhkan waktu sekitar 3-5 hari saja.
Damson juga mengaku, dalam membuat patung-patung dan memahat gorga, dia tidak lagi harus melakoni ritual-ritual khusus seperti yang dilakukan pada zaman dahulu, yang mana hanya untuk menebang dan mengambil kayu sebagai bahan untuk memahat gorga dan patung-patung harus ada upacaranya terlebih dahulu.